RENUNGAN
.co
christian
online
Renungan

Jadi Psycho Karena Kematian Kakak

Dari Renungan

Langsung ke: navigasi, cari

Jadi Psycho Karena Kematian Kakak

Oleh: Danny Boy

Kisah Nyata (Sumber: jawaban.com)

Di rumah, Danny Boy biasa dijuluki sebagai anak sial. Saat lahir, sang ayah meninggal dunia. Peristiwa tersebut menjadi buah bibir di antara warga. Mereka meyakini Danny anak pembawa sial. Yang lebih menyakitkan, bahkan ibunya pun ikut-ikutan mengutuki dia. "Dasar anak sial, anak terkutuk!" demikian makian yang sering dilontarkan ibunya. Danny tumbuh menjadi anak yang tertolak, sama sekali tidak mendapat figur teladan orang tua, terutama seorang ayah.

Danny menjadikan Ronald, sang kakak, sebagai figur ayah. "Kakak saya yang laki-laki, Ronald Tapillae, itu adalah legenda dunia hitam. Dia masuk-keluar penjara, Salemba- Nusakambangan" kata Danny, "preman sekaligus pengguna narkoba, ditakuti banyak orang." Namun, bagi Danny, Ronald justru pahlawan, pelindungnya. "Apapun gaya dia, gue harus berani kayak dia," katanya membanggakan kakaknya.

"Gue, abang lu, siap masuk penjara buat belain lo. Tapi kalau gue sudah tidak ada dan lu laki-laki, lu harus berani bela keluarga" demikian perkataan sang kakak yang selalu terngiang di benak Danny, sampai sekarang. Tak disangka, perkataan itu menjadi pesan terakhir Ronald kepada adiknya. Ronald tewas akibat ditusuk oleh sekelompok bandar narkoba.

"Saya engga terima. Dia meninggal sengsara. Saya harus balas. Saya harus cari yang bunuh." Luka akibat kematian kakaknya membuat psikis Danny menjadi rusak. Ia menjadi pribadi yang puas kalau sudah menghantam dan memukul orang lain. Tak hanya orang dewasa, anak kecil yang tak bersalah pun menjadi korban kekejaman Danny.

10 tahun kemudian...

Kehilangan sosok kakak yang dahulu selalu melindunginya membuat Danny bertekad untuk melindungi dirinya sendiri, meskipun cara yang dia pakai melalui kekerasan. "Saya harus lindungin diri sendiri, bahkan terlalu berlebihan, kadang saya parno. Saya ketakutan kalau-kalau orang lain mau bunuh saya, jadi saya akan bunuh dia duluan."

Mulailah Danny berkenalan dengan minuman keras dan narkoba melalui teman-temannya. Lingkungan Danny juga provokatif, kerap menyuruh Danny memberikan "pelajaran" kepada orang-orang yang tidak mereka sukai. Danny patuh saja. "Ya mungkin saya psycho. Prinsip saya waktu itu, dia (korban, red.) harus berdarah, entah pakai botol, batu bata, atau apapun. Kalau engga berdarah, saya engga puas."

Masuk-keluar penjara adalah rutinitas Danny, ia menolak mentah-mentah sang ibu, menyalahkan ibunya atas perkataan kutukan saat itu, dan menurutnya sikap ibunya-lah yang membuat dirinya menjadi berandalan seperti sekarang ini.

Dalam masa-masa keterpurukannya, Danny seringkali merasakan takut mati. Untuk menghilangkan pikiran tersebut, ia pun mabuk-mabukan. "Kalau boleh jujur, saya punya rasa takut mati. Rasa takut itu selalu tertutupi dengan mabuk. Ketika sudah mabuk, hilanglah rasa takut itu" Malam itu, tanpa sengaja dia menemukan Alkitab di bawah tempat tidurnya, dan ia pun mulai membacanya.

"Seakan-akan Tuhan ngomong langsung dengan saya malam itu. Saya nangis sekencang-kencangnya, sendiri. Batin saya sudah tidak nyaman lagi. Ada tarik-menarik antara "tidak boleh" dan "masih terus boleh".

"Saya diminta ke komunitas anak-anak muda pada waktu itu untuk main gitar. Berawal dari sana, saya bertemu dengan Franny, yang (sekarang istri, red.). Perhatian yang dia berikan itu tidak saya dapatkan dari Mama. Itu yang membuat saya menjadi berpikir, "oh, ternyata ada toh, orang seperti ini." Sejak perkenalannya dengan Franny itulah, Danny semakin rajin beribadah. Ia terus bermain musik di tempat ibadah Franny. Suatu hari, Franny mengajak Danny mengikuti ibadah persekutuan di luar kota.

"Yang saya rasakan adalah bahwa saya ini orang berdosa, orang jahat, orang kotor, orang najis. Dia (Yesus, red.) berkorban untuk saya. Dia memberikan kesempatan kepada saya untuk hidup. Saya bilang, "Terimakasih Tuhan Yesus. Kasih-Mu luar biasa." Enggak ada sosok seperti Yesus. Enggak ada lagi yang pernah mengatakan bahwa "Akulah Jalan, Kebenaran, dan Hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku". Hal itulah yang membuat Danny berkata, "Aku mau" kepada Tuhan. Danny mau berubah."

Niatnya untuk berubah itu dibuktikan dengan melanjutkan pendidikan di Sekolah Alkitab. Di sanalah ia mendapatkan pengajaran-pengajaran tentang kebenaran. "Ketika saya mempelajari Tuhan itu Yesus semakin dalam, saya semakin menyadari akan kasih yang begitu besar yang Dia berikan bagi saya secara pribadi."

Danny tidak main-main dengan pertobatannya. Meskipun dirasanya berat, ia datang kepada ibunya dan meminta maaf. "Bagaimanapun juga, ibu saya itu yang terbaik," katanya. Hal yang sama dia lakukan terhadap pembunuh kakaknya. "Dan yang bunuh kakak saya waktu itu... saya juga bilang ke diri saya, "Apa bedanya saya sama mereka?" Cuman bedanya mereka membunuh, sementara saya setengah membunuh orang. Tuhan mengampuni saya, maka saya juga harus mengampuni mereka."

Danny mulai mencoba menata diri walau tentu itu tidak mudah. Sampai pada akhirnya Tuhan memakai dia, kembali jadi bapak yang baik, suami yang baik, "Bahkan mungkin dia bisa jadi contoh yang baik bagi kakak-kakaknya," kata Sarah, salah satu teman Danny.

"Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Buktinya, Tuhan dapat mengubah Danny menjadi orang yang jauh lebih baik bahkan menjadi imam yang sungguh memberkati kami," ungkap Franny, sang istri.

"Dengan saya semakin intim dengan Yesus, saya semakin belajar tentang figur seorang ayah, tentang bagaimana kasih," kata Danny menutup kesaksiannya.