RENUNGAN
.co
christian
online
Renungan

Membangun Karakter Positif Anak

Dari Renungan

Langsung ke: navigasi, cari

Oleh: Wahyu Wibisana

“Aduh, ini anak malas betul!” atau kita sering mendengar keluhan, “Anakku itu kalau dibilangin susah betul!” Begitu keluhan yang sering kita dengar dari orang tua saat memarahi anaknya.

Ada banyak sekali keluhan orang tua soal karakter negatif anaknya, sehingga tak heran kalau kemudian para psikolog atau guru kepribadian jadi idola bagi para orang tua sebagai solusi membangun karakter positif anaknya. Karena setiap orang tua pasti menyukai jika anaknya punya banyak karakter positif.

Tapi kemudian ada pertanyaan muncul, sejak kapan kita harus membangun karakter anak-anak kita?

Seorang ahli Perkembangan dan Perilaku Anak asal Amerika, Brazelton menyatakan bahwa pengalaman anak pada bulan dan tahun pertama kehidupannya sudah sangat menentukan apakah anak ini akan mampu menghadapi tantangan dalam kehidupan atau akan memiliki semangat tinggi dalam belajar dan pekerjaannya.

Jadi memang karakter si anak harus dibangun oleh kita sedini mungkin, tanpa harus menunda-nunda sampai si anak menjadi besar dan karakternya telah terbentuk. Peringatan dini ini sudah dicanangkan Tuhan melalui Amsal 22:6 yang berbunyi, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.”

Tuhan menginginkan kita menjadi orang tua yang mendidik anak-anak kita dan tak hanya sekadar mengajar. Mendidik artinya mengajarkan yang berkaitan dengan moral dan kepribadian. Proses mendidik berkaitan dengan memberikan motivasi untuk belajar dan mengikuti ketentuan yang telah menjadi kesepakatan bersama. Sementara, mengajar berarti memberi pelajaran berupa bahan ajar dalam bentuk ilmu pengetahuan. Prosesnya hanya mengajarkan anak menerapkan konsep keilmuan saja.

Melalui proses mendidik ini, orang tua dituntut untuk memberikan teladan kepada anak mengenai karakter yang positif, seperti keteladanan atau kedisiplinan. Bagaimana seorang anak dituntut untuk hidup disiplin jika ayah atau ibunya tidak disiplin. Tidak memberikan contoh dengan pola hidup disiplin.

Biarkan anak-anak kita terus-menerus mengekpose hal-hal positif dari orang tuanya. Pertemukan terus anak kita dengan karakter positif, misalnya memberikan contoh bagaimana mereka harus menghormati orang tua dengan cara kita menghormati kakek nenek mereka. Ajarkan mereka cara bertata krama dengan orang yang lebih tua seperti mengucapkan salam atau menjabat tangan ketika bertemu.

Selain dengan contoh dan tingkah laku, kita juga bisa mengajak diskusi mereka tentang karakter-karakter yang baik menurut pandangan mereka sambil meluruskan hal-hal yang kita anggap perlu diperbaiki. Penting bagi anak untuk memahami apa alasan dan pentingnya berperilaku baik, sehingga anak tidak hanya melihat perintah/larangan sebagai paksaan tapi mereka bisa mengerti lewat penjelasan kita.

Misalnya, mengapa kita harus tersenyum ketika bertemu orang lain, atau mengapa kita wajib berterima kasih kalau diberi sesuatu atau juga mengapa kita harus minta maaf ketika melakukan sebuah kesalahan. Dengan banyak berdiskusi, secara otomatis karakter-karakter baik itu akan “terbenam” secara tidak sadar dalam hati dan alam bawah sadar si anak. (ww)