RENUNGAN
.co
christian
online
Renungan

Mengorbankan Karir dan Nyawa Demi Anak Jalanan

Dari Renungan

Langsung ke: navigasi, cari

Mengorbankan nyawa dan karir demi anak-anak jalanan, hal ini bisa dilihat langsung dari sosok seorang Suwarno Asmoro. Aksi ini bermula sejak satu momen saat pulang kuliah. Dia bertemu dengan tiga pengamen anak di depan Jakarta Design Centre, bingung melihat ketiganya yang membawa tas, Suwarno lantas menanyakan apa isi dalam tas tersebut. Ketiganya serentak menunjukkan buku pelajaran Lembar Kerja Siswa (LKS) yang mereka bawa didalam tas. Tergerak, iapun langsung mengajar dan memandu ketiganya mengerjakan tugas sekolahnya. Tidak disangka ternyata reaksi yang diterima sangat menggembirakan anak-anak ini. Mereka melompat dan teriak gembira, saat ditanya kenapa bisa sesenang itu, dengan ceria mereka menjawab karena tidak akan di hukum lagi di sekolah.

Setelah beberapa lama menjadi seorang apoteker, Suwarno merasa gelisah. Dengan gaji yang cukup besar, dia bisa saja memiliki kelimpahan. Tetapi bukan ini yang ia inginkan. Bukan kaya materi, melainkan kaya yang bermanfaat. Maksudnya di sini adalah ketika kita menginvestasikan diri bagi orang lain. Kemudian Suwarno memutuskan untuk keluar dari zona nyamannya dan berhenti bekerja. Kepedulian akan kaum termarjinalkan muncul sejak pertemuan dengan anak-anak yang sibuk mengamen, sementara kesulitan untuk mengerjakan tugas sekolah dan memahami pelajaran.

Bukan uang yang dibutuhkan anak-anak pengamen ini melainkan pengetahuan. "Saya berpikir, wah ternyata ini needs mereka. Kebutuhan mereka bukan uang, kalau uang kan nanti diminta orangtuanya." Akhirnya Suwarno beralih menjadi guru privat les anak-anak pengamen. Selama perjalanannya mengajar, niat baik tidak selamanya mendapat respon yang baik. Keinginannya untuk mengajar anak-anak jalanan juga pernah menimbulkan kecurigaan, caci-maki hingga berujung pada pertikaian fisik, tetapi baginya ini adalah hal yang biasa.

"Pernah ada orang tua yang datang dan dobrak pintu". Ayahnya marah-marah dan memaksa anaknya untuk kembali mengamen. Marah, Suwarno mengatakan, "saya engga mau anak bapak itu seperti bapak, saya mau anak itu pinter." Tetap tidak terima, orangtua si anak pergi, setelah itu anaknya juga menyusul. Tetapi belum berhenti, ternyata orangtua tersebut kembali, kali ini dengan membawa komplotan preman. Suwarno akhirnya dipukuli dan dan dikeroyok oleh mereka.

Bukan menyerah, tetapi dia berusaha melakukan pendekatan, dengan menyentuh hati keluarga tersebut. Saat ibu dari anak pengamen tersebut sakit, Suwarno merawat dan membawanya ke rumah sakit. Luluh, si ayah tadi mengijinkan dan mendukung apa yang dilakukan oleh Suwarno.

Hingga saat ini, Suwarno telah 15 tahun mengabdikan hidupnya mengajari anak-anak jalanan di daerah Jakarta. Bukan hanya belajar, tetapi dia juga memenuhi gizi dengan menyediakan susu. Dia menyatakah bahwa kesadarannya untuk mengkonsumsi susu di Indonesia rendah. Menurutnya, susu dapat meningkatkan kemampuan otak dan membantu anak-anak dalam memahami pelajaran.

Kasih diwujudkan dalam tindakan yang nyata adalah karakter yang melekat dalam diri Suwarno. "Anak-anak yang akan memimpin bangsa. Jangan sampai mereka kehilangan masa anak-anak yang disebabkan orang-orang dewasa." Jangan sampai Indonesia kehilangan generasi.

"Saya bisa begini itu karena Tuhan. Karena Tuhan yang sudah membela hidup saya." Suwarno hanya ingin mengekspresikan kasihya kepada Tuhan lewat anak-anak pengamen ini. "Ga usah banyak bicara, langsung bertindak, berlaku, ekspresikan yang ada dalam hati. Mengasihi sesama adalah ekspresi kita mengasihi Tuhan." Hal ini menurutnya juga termasuk mengasihi bangsa. Orang yang sangat mengasihi Tuhan pasti sangat bermanfaat bagi bangsa ini. Kalau manusia bisa mengasihi Tuhan dengan baik, pasti bisa jadi berkat buat keluarga dan masyarakat

Sumber Kesaksian: Suwarno Asmoro (Jawaban.com)