RENUNGAN
.co
christian
online
Renungan

Roh Kudus dan Transformasi Keluarga

Dari Renungan

Langsung ke: navigasi, cari

Oleh: Hans Yakub Lekipera, STh, M.Min


Bagaimana keluarga dapat menjiwai pekerjaan Roh Kudus dalam kehidupannya, maka keluarga harus paham betul bagaimana pekerjaan Roh Kudus itu. Tentu ada banyak pekerjaan Roh Kudus dalam kehidupan manusia, terutama kita sebagai umat percaya. Oleh karena itu berkaitan dengan tema edisi bulan Mei 2015 ini, mari kita membatasi diri pada konteks Jemaat mula-mula. Alkitab mencatat dalam Kitab Kisah Para Rasul bagaimana jemaat mula-mula bertumbuh dengan pesat, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pertumbuhan dalam jemaat mula-mula ini tidak terlepas daripada peranan Roh Kudus. Artinya, mulai terbentuknya sampai dengan kegiatan-kegiatan berlangsung dalam komunitas yang baru itu tidak dapat dilepaskan dari peran Roh Kudus yang telah dijanjikan Kristus sebelum Ia terangkat ke Sorga (Kisah 1:8).

Mereka sehati sejiwa (4:32b)
Setelah pencurahan Roh Kudus, komunitas yang masih seperti bayi itu mengalami kebersatuan dalam hati dan jiwa yang membuat pertimbangan-pertimbangan lainnya menjadi sekunder. Roh Kudus melalui para rasul telah mewartakan bahwa Bapa surgawi adalah Bapa mereka bersama, dengan demikian Roh Kudus membentuk mereka menjadi sebuah keluarga yang unik. Jadi wajar kalau mereka saling memperhatikan satu sama lain. Mungkin saja terdapat jalinan tali kekeluargaan antara para anggota gereja awal ini yang masih belum sempurna, namun kenyataan menunjukkan bahwa terdapat cukup keharmonisan dan kemurahan-hati di antara mereka yang membuat Lukas mencatatnya sebagai suatu masa penuh sukacita, damai-sejahtera dan kebersatuan dalam tujuan, selagi masing-masing anggota komunitas itu berupaya menata-ulang hidupnya supaya sesuai dengan prioritas-prioritas surgawi. Sehati sejiwa adalah ikatan, persatuan, hubungan dan kebersamaan, dan ada rasa saling menghormati dan menjaga agar keharmonisan itu selalu berjalan dengan baik dalam komunitas. Sehati, artinya memiliki perasan terdalam yang sama, tidak ada lagi unsur ada udang di balik batu. Sedangkan “ sejiwa “, hanya bisa tercipta, jika proses sehati di alami dengan dalam. Jika anggota komunitas itu memiliki perasaan yang berbeda-beda, maka tidak bakal terjadinya sejiwa. Biasanya sejiwa dipahami sebagai satu dalam roh.

Sebuah Transformasi
Bagaimana perwujudan dari apa yang dikatakan sehati dan sejiwa itu dalam kehidupan jemaat saat itu? Lebih lanjut dikatakan bahwa “tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama”. Ada sebuah perubahan, transformasi kehidupan bersama. Ketika masyarakat saat itu pada umumnya mempertontonkan kehidupan yang sangat individualis, jemaat mula-mula memperlihatkan pola hidup dalam kebersamaan. Masing-masing tidak lagi memikirkan dirinya sendiri, tetapi memikirkan juga yang lain. Zona privasi, pribadi, kini dilebur dalam zona kehidupan bersama. Situasi inilah yang memungkinkan mereka menjual harta untuk dibagikan dalam komunitas.

Menghadirkan Transformasi Dalam Keluarga
Bagaimana transformasi seperti itu dapat dihadirkan dalam kehidupan berkeluarga kita? Sebagaimana jemaat mula-mula, maka kita harus memiliki penghayatan bahwa keterpanggilan kita adalah hidup dalam kebersamaan. Semua anggota keluarga harus memiliki penghayatan iman bahwa dia ada untuk yang lain. Memang masing-masing diri kita memiliki zona pribadi, namun ketika berbicara dalam konteks kehidupan keluarga, maka zona pribadi itu harus dileburkan dalam zona kebersamaan.

Roh Kudus hadir membangun jemaat untuk hidup sehati dan sejiwa, maka keluarga yang menjiwai pekerjaan Roh Kudus tidak lain adalah keluarga yang menjiwai semangat sehati sejiwa. Kebersamaan dalam bersekutu, berdoa, dan mendengarkan pengajaran kebenaran firman Tuhan, menjadi ladang yang subur dalam menumbuhkan keluarga yang sehati dan sejiwa.