RENUNGAN
.co
christian
online
Renungan

Sebab Tuhan Baik

Dari Renungan

Langsung ke: navigasi, cari

Sebab Tuhan Baik

Saya sudah menikah tahun 1980 dan di karuniai dua orang anak laki-laki ketika pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan itu terjadi. Waktu itu anak kami yang kedua akan dibaptis. Kami mengikuti acara Perjamuan Kudus.

Biasanya di gereja kami, bagi orang-orang yang baru saja menikah harus memberikan ‘persembahan khusus’ mereka untuk gereja pada waktu selesai perjamuan kudus tersebut. Dan sewaktu tiba giliran untuk memberikan persembahan, saya menjadi agak gugup karena saya tidak mempersiapkan dari rumah. Seingat saya di dompet saya ada beberapa lembar uang ratusan (waktu itu ada uang kertas seratus rupiah, -red) dan hanya selembar uang lima ribuan. Saya bermaksud memberikan selembar uang seratus rupiah. Perlu diketahui uang lima ribuan di masa itu sangat besar nilainya. Dalam keadaan gugup saya mengambil selembar uang dalam dompet tanpa melihat uang tersebut. Saya merasa yakin bahwa uang yang saya masukan ke kantong persembahan adalah lembaran uang seratus rupiah. Begitu sampai di rumah saya kemudian membuka dompet, memeriksa isinya dan betapa saya sangat terkejut dan gugup, saya mengeluarkan seluruh isi dompet saya dan memeriksa dengan teliti kalau-kalau uang lima ribuan saya itu terselip. Saya berpikir, jangan-jangan sewaktu saya memberikan persembahan tadi, yang saya masukkan ke kantong persembahan adalah uang lima ribu rupiah bukan seratus rupiah. Dada saya terasa sesak. Saya merasa bodoh karena saya teledor tidak memeriksanya terlebih dahulu padahal uang saya tinggal itu yang lainnya seratus rupiah. Saya terus menyalahkan diri saya sendiri dan menyesal mengapa harus memberikan uang sebesar itu. Apalagi ternyata pada sore harinya beberapa majelis datang ke rumah untuk mengucapkan selamat karena kami telah masuk anggota yang sudah disidi. Tentu saja saya panik karena makanan yang saya masak terbatas, uang saya tidak cukup untuk membeli makanan sebanyak yang datang. Untunglah di saat itu saudara saya datang dan ia membelikan makanan untuk tamu-tamu yang datang ke rumah. Akhirnya saya bisa bernapas lega.

Saya kemudian merenungkannya dan mengambil kesimpulan bahwa Tuhan mau kita memberikan yang terbaik pada-Nya. Apa yang seolah-olah sangat berat kita berikan itulah sebenarnya yang Tuhan ingin kita berikan. Sama seperti Abraham, Tuhan menginginkan Ishak anak yang dikasihinya. Tetapi, Abraham toh mau memberikannya juga. Dan ketika Tuhan melihat hati Abraham yang lebih taat kepada-Nya dengan memberikan apa yang paling berat untuk diberikannya maka Tuhan justru memberkati Abraham secara luar biasa. Dengan kejadian ini saya belajar bahwa Tuhan tidak mau yang ‘sisa’. Ia mau yang diutamakan dan mau yang terbaik dari kita.

Beberapa tahun kemudian saat saya sedang duduk di teras rumah, mata saya memandang sampai ke seberang rumah saya. Saya berkata dalam hati, "Ah, seandainya rumah saya panjangnya bisa sampai ke tempat itu." Pikiran saya terus menerawang sambil saya membayangkan betapa menyenangkan kalau mempunyai tempat tinggal yang lebih luas. Di sebelah rumah kami ada sebuah rumah yang agak kumuh yang jarang dirawat oleh pemiliknya, tetapi halamannya luas. Biasanya kalau ilalangnya sudah tinggi sayalah yang membersihkannya, maklumlah letak rumah itu hanya bersebelahan dengan rumah saya. Saya melakukannya tanpa mengharapkan imbalan apa-apa dari si pemilik rumah.

Beberapa tahun lalu kami memang sudah pernah menanyakan ke pemilik rumah tersebut, apakah ia mau menjualnya. Waktu itu ia mengatakan harga rumahnya dua belas juta. Tidak bisa kurang. Saya dan suami waktu itu memang mempunyai uang tetapi tidak mencukupi untuk membeli rumah itu. Lain kesempatan saat saya menanyakannya lagi harganya sudah lebih mahal lagi, lima belas juta rupiah. Akhirnya kami tidak pernah menyinggungnya lagi. Tetapi, entah mengapa seolah-olah timbul dari dalam hati saya suatu hari nanti saya pasti bisa membeli rumah itu. Hari demi hari saya berdoa kepada Tuhan agar mempunyai uang yang cukup untuk membeli rumah itu meskipun secara manusia kelihatannya mustahil. Apa yang kelihatannya sepele itu ternyata mendapat perhatian Tuhan.

Suatu hari, tanpa diduga doa saya dijawab Tuhan. Suami saya yang waktu itu bekerja di salah satu maskapai penerbangan, mengirimkan saya uang sebesar lima belas juta lima ratus ribu rupiah. Saya langsung ingin segera membeli rumah itu. Tetapi, saudara-saudara dan keluarga kami kurang setuju kami membeli rumah. Mereka menyarankan kami untuk membeli mobil saja. Kemudian saya memberikan alasan mengapa saya lebih suka membeli rumah. "Kalau beli mobil nanti mau parkir dimana? Tapi, kalau kita beli rumah itu, otomatis rumah menjadi lebih luas dan mobilpun bisa masuk." Setelah mendengar penjelasan saya, mereka mengerti dan tidak protes lagi. Entah mengapa, saya digerakkan oleh Tuhan untuk membeli rumah itu hari itu juga. Saya langsung menghubungi si pemilik rumah dan langsung membayar kontan dan segera mengurus surat-surat kepemilikan rumah. Saya begitu bahagia karena bisa membeli rumah itu yang dulunya hanya khayal, tetapi kini menjadi kenyataan. Tuhan Yesus sungguh baik. Ia tidak pernah mengecewakan orang yang percaya pada-Nya. Saat itu tidak akan pernah saya lupakan.

Betapa Tuhan itu baik. Terkadang kita memang kurang peka mendengar suara Tuhan sehingga kita seringkali kehilangan kesempatan-kesempatan yang berharga tidak akan datang dua kali.

Saya berharap kesaksian ini membuat kita menyadari bahwa Tuhan Yesus selalu memperhatikan dan mendengar doa-doa kita meskipun waktunya tidak seperti yang kita inginkan. Dia selalu memberikan apa yang kita butuhkan tepat dan indah pada waktunya. Biarlah kita senantiasa berdoa tanpa jemu-jemu kepada-Nya. Karena dengan berdoa kita sedang membangun hubungan dengan Dia dan pasti kita akan semakin lebih mengenal pribadi-Nya.

Beberapa tahun yang lalu saya sering mengalami sakit typhus sampai empat kali, membuat saya begitu menderita. Suatu hari saya sedang duduk di atas tempat tidur Rumah Sakit, saya sudah putus asa dengan penyakit ini, tiba-tiba seperti ada suara yang berkata pelan kepada saya, "Kamu akan sembuh anak-Ku." Saya sangat terkejut. Tidak ada orang di sekeliling saya. Seketika saya merasakan seperti ada kekuatan yang timbul dari dalam diri saya. Kemudian saya menyadari bahwa Tuhan mengasihi saya. Saya pasti akan sembuh! Saya mulai mengimani akan hal itu. Sungguh ajaib. Beberapa hari kemudian saya diperbolehkan pulang ke rumah. Saya tahu sacara manusia itu mustahil, tetapi bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Di balik penderitaan itu saya menyadari bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan saya sendiri, meskipun terkadang saya sempat meragukan kuasa-Nya. Di saat tidak ada harapan, hanya Yesus yang bisa menjadi pengharapan kita. Saya banyak belajar bahwa manusia memang terbatas, tetapi kasih dan kuasa Tuhan itu sungguh tidak terbatas.

Di akhir kesaksian ini, saya hendak mengutip Ibrani 13:8 yang dapat menjadi pegangan hidup kita, "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (NN)