Dari Renungan
Tanggal: 15 Maret
... orang-orang yang mengikuti Dia dari belakang merasa takut. (Markus 10:32)
Setiap orang pernah seperti murid dalam ayat di atas, dalam ikut Yesus cemas dan takut. Pada awal kehidupan kita dengan Yesus Kristus, kita yakin bahwa kita mengetahui semua hal tentang ikut Yesus. Saat itu sesuatu yang menyenangkan "meninggalkan segala sesuatu" dan menyandarkan diri pada-Nya dalam suatu pernyataan kasih yang tidak mengenal rasa takut. Akan tetapi, kemudian ada saat, kita tidak begitu yakin atau pasti. Yesus sepertinya berada jauh di depan kita dan tampaknya berbeda dan rasanya tidak kenal, asing dengan Dia. Seperti digambarkan dalam ayat di atas -- "Yesus berjalan di depan. Murid-murid merasa cemas" (Markus 10:32)*).
Memang ada satu aspek tentang Yesus yang menjadikan seorang murid tawar hati dan membuat seluruh kehidupan rohaninya tersengal-sengal. Yesus, Pribadi yang luar biasa ini, yang wajah-Nya "seperti batu api" (Yesaya 50:7, NKJV) melangkah melesat di depan saya, dan menimbulkan rasa takut pada diri saya. Dia tidak lagi seperti Penasihat dan Sahabat saya. Dia sepertinya mempunyai sudut pandang yang tentangnya saya tidak mengetahui apa-apa. Hal yang dapat saya lakukan hanyalah berdiri dan menatap-Nya dengan rasa heran bukan main. Pada mulanya, saya yakin bahwa saya memahami-Nya, tetapi kini saya tidak pasti. Saya mulai menyadari adanya jarak antara Yesus dan saya dan rasanya saya tidak lagi akrab dengan Dia. Saya tidak tahu ke mana Dia pergi dan tujuan-Nya menjadi terasa jauh dan asing.
Melalui hal itu, Yesus Kristus harus menggali dalam-dalam setiap dosa dan dukacita yang dapat dialami manusia. Itulah yang membuat Dia tampaknya tidak kita kenal. Bila kita melihat aspek ini tentang Dia, kita menyadari bahwa kita sesungguhnya tidak mengenal-Nya. Kita tidak mengenal bahkan satu pun sifat hidup-Nya, dan kita tidak mengetahui bagaimana cara untuk mulai mengikut Dia. Dia berada jauh di depan kita, seorang Pemimpin yang tampaknya benar-benar tidak kita kenal, dan kita tidak mempunyai persahabatan dengan Dia.
Semuanya itu adalah bagian dari disiplin kecemasan/ketakutan dari Tuhan, suatu pelajaran penting yang harus dipelajari oleh seorang murid. Bahayanya adalah kita cenderung menoleh ke belakang pada saat-saat kepatuhan kita (dulu) dan pada pengorbanan-pengorbanan yang pernah kita berikan kepada Allah, dalam usaha membangkitkan kembali semangat kita kepada-Nya agar tetap kuat (lihat Yesaya 1: 10-11). Akan tetapi, ketika awan gelap kecemasan datang, hadapilah itu sampai berakhir karena dari situ akan timbul kesanggupan untuk mengikuti Yesus dengan sungguh-sungguh, yang akan mendatangkan sukacita yang ajaib dan tidak terkatakan.