Dari Renungan
Tanggal: 18 Agustus
PEMIMPIN MUDA yang kaya itu pergi meninggalkan Yesus dengan sedih dan membisu, tanpa mengucapkan apa pun sebagai tanggapan terhadap perkataan Yesus. Dia tidak meragukan ucapan Yesus atau maknanya, yang membuat dirinya amat sedih.
Pernahkah Anda mengalami hal seperti itu? Sudah pernahkah firman Allah datang kepada Anda, menunjuk langsung segi tertentu kehidupan Anda, dan meminta Anda untuk menyerah kepada-Nya?
Mungkin Dia telah menunjuk pada milik Anda, pada sifat tertentu, hasrat dan kepentingan pribadi tertentu Anda, atau mungkin pada sesuatu terhadap mana hati dan pikiran Anda melekat. Dan sesaat kemudian maka Anda juga mungkin terdiam dengan sedih.
Tuhan takkan mengejar Anda, dan Dia takkan memaksa Anda. Akan tetapi, setiap kali Dia menemui Anda dalam hal-hal atau segi yang ditunjukkan-Nya dalam hidup Anda, Dia hanya akan mengulangi ucapan-Nya. "Jika engkau bersungguh-sungguh dengan ucapanmu, inilah syarat-syaratnya."
"Juallah segala yang kaumiliki..." (Lukas 18:22). Artinya, bebaskan diri Anda di hadapan Allah dari segala sesuatu yang Anda pandang sebagai kepunyaan/milik Anda, sampai Anda hanya tinggal sebagai seorang yang sadar berdiri di hadapan-Nya, lalu memberikan kepada Allah apa-apa yang ditunjukkannya untuk diserahkan. Di situlah peperangan itu sungguh terjadi -- pada masalah kehendak Anda di hadapan Allah.
Apakah Anda lebih mengabdi kepada gagasan Anda mengenai hal yang Yesus inginkan daripada kepada Yesus sendiri? Jika demikian, Anda kemungkinan sekali termasuk orang yang mendengar salah satu pernyataan-Nya yang keras dan tegas dan yang akan membuat Anda sedih. Apa yang diucapkan Yesus itu memang sulit dipahami. Kata-kata Yesus hanya mudah diterima dan dipahami bila didengar oleh orang-orang yang menaruh sifat-Nya di dalam diri mereka. Waspadalah agar jangan membiarkan apa pun melunakkan kata-kata Yesus Kristus yang keras itu.
Saya dapat sedemikian "kaya" dalam kemiskinan saya, atau dalam kesadaran akan kenyataan bahwa saya ini seseorang yang nobody, tidak berarti, sehingga saya tidak akan pernah menjadi murid Yesus. Atau saya dapat menjadi begitu "kaya" dalam kesadaran bahwa saya adalah seorang penting, sehingga akan tidak pernah menjadi seorang murid.
Bersediakah saya menjadi miskin dan papa bahkan dalam kesadaran kepapaan dan kemiskinan saya? Jika tidak, itu menyebabkan saya menjadi patah semangat, putus asa (discouraged). Patah semangat adalah kekecewaan akibat kasih-diri (self-love), dan kasih-diri mungkin berupa kasih untuk pengabdian saya kepada Yesus -- bukan kasih untuk Yesus sendiri."