Dari Renungan
Tanggal: 3 Agustus
Yesus ... berkata kepada mereka: "Sekarang kita pergi ke Yerusalem ...?" (Lukas 18:3)
YERUSALEM, dalam kehidupan Tuhan kita, melambangkan tempat Dia mencapai puncak kehendak Bapa-Nya. Yesus berkata, "Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku" (Yohanes 5:30).
"Melakukan kehendak Bapa" adalah perhatian utama di sepanjang hidup Tuhan kita. Apa pun yang dihadapi-Nya sepanjang jalan, suka atau duka, keberhasilan atau kegagalan, tidak pernah menghalangi Dia dari maksud tersebut. "... Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem" (Lukas 9:51).
Hal terpenting untuk kita ingat ialah kita pergi ke "Yerusalem" untuk menggenapi maksud Allah, bukan maksud kita sendiri. Biasanya, kita berhak atas ambisi kita sendiri, tetapi dalam kehidupan Kristen kita tidak mempunyai sasaran kita sendiri.
Dewasa ini kita banyak berbicara tentang keputusan kita bagi Kristus, tekad kita menjadi orang Kristen, dan keputusan kita untuk ini dan untuk itu. Akan tetapi, dalam Perjanjian Baru, satu-satunya aspek yang dikedepankan ialah maksud Allah yang benar dan sesungguhnya. "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu" (Yohanes 15:16).
Kita dibawa ke dalam maksud Allah dengan tidak menyadarinya sama sekali. Kita tidak mempunyai gagasan/konsepsi akan apa yang menjadi sasaran Allah; (dan) sementara kita melanjutkan langkah maksud-Nya bahkan menjadi semakin samar. Tujuan Allah tampaknya seperti telah gagal dicapai sesuai dimaksudkan, karena kita terlalu rabun -- tidak mampu melihat hal yang jauh dengan jelas, sasaran yang ditetapkan-Nya.
Pada awal kehidupan Kristen, kita mempunyai gagasan sendiri mengenai apakah maksud Allah tersebut. Kita berkata, "Allah bermaksud agar aku pergi ke sana," dan "Allah telah memanggilku melakukan tugas khusus ini." Kita melakukan hal yang kita sangka benar, tetapi maksud Allah yang sesungguhnya tetap tak tersentuh.
Pekerjaan yang kita lakukan tidaklah berarti bila dibandingkan dengan maksud Allah yang sesungguhnya tersebut. Pekerjaan kita hanya berupa tiang penyokong dibanding bangunan karya-Nya dan rencana-Nya yang sesungguhnya dan besar itu.
Seperti "Yesus memanggil kedua belas murid-Nya..." (Lukas 18:31), Allah selalu memanggil kita. Kita belum mengerti semua hal yang perlu diketahui tentang maksud Allah yang sesungguhnya dan harus tersebut.