Dari Renungan
Tanggal: 6 Desember
Manusia memiliki hubungan yang benar dengan Allah adalah kehendak Allah; dan janji-janji-Nya dirancang untuk tujuan ini. Mengapa Allah tidak menyelamatkan saya? Dia telah menyelesaikan karya-Nya bagi keselamatan saya, tetapi saya belum memasuki suatu hubungan dengan Dia. Mengapa Allah tidak memberikan yang kita minta? Dia telah melakukannya. Masalahnya adalah apakah saya terlibat masuk dalam perjanjian hubungan itu?
Semua berkat Allah yang luar biasa telah diselesaikan dan sempurna, tetapi semuanya itu belum menjadi milik saya sampai saya memasuki suatu hubungan dengan Dia berdasarkan janji-Nya. Jika kita menantikan Allah untuk bertindak, hal itu adalah ketidakpercayaan yang bersifat kedagingan. Itu berarti saya tidak mempunyai iman terhadap-Nya. Saya menunggu Dia melakukan sesuatu sehingga saya dapat memercayai-Nya. Namun, Allah tidak akan melakukan-Nya karena itu bukan dasar dari hubungan Allah dengan manusia.
Manusia harus melangkah melampaui tubuh dan perasaan dalam hubungan perjanjiannya dengan Allah, seperti Allah telah melangkah melampaui diri-Nya sendiri dalam menjangkau manusia dengan janji-Nya. Ini merupakan soal iman kepada Allah -- suatu hal yang sangat aneh? Kita hanya beriman dalam perasaan kita. Saya tidak percaya kepada Allah sampai Dia menaruh sesuatu yang nyata dalam tangan saya sehingga saya tahu saya memilikinya. Kemudian saya berkata, "Sekarang aku percaya." Tidak ada iman yang ditunjukkan dalam hal itu.
Allah berkata, "Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan ..." (Yesaya 45:22). Ketika saya benar-benar menanggapi panggilan Allah berdasarkan perjanjian-Nya, dengan melepaskan semua yang lain, tidak ada usaha pribadi dalam hal ini -- tidak ada sama sekali unsur manusia di dalamnya. Malahan, ketika saya benar-benar menanggapi panggilan itu, terdapat perasaan sempurna yang luar biasa karena dibawa bersatu dengan Allah, dan kehidupan saya diubahkan serta menyinarkan kedamaian dan sukacita."