Dari Renungan
Oleh: Pdt. Alfred Ruben Gordon Ta'ek
Konsep tentang dosa sering mengalami penyederhanaan, mulai dari pengucapannya, yang dapat berpengaruh pada cara berpikir tentang dosa, tindakan serta dampaknya. Hal ini nyata dari anggapan dosa sebagai perkara ringan, hanya “kesalahan” yang dapat dikendalikan, dan tidak perlu diwaspadai, apalagi dijauhi. Apakah demikian?
Daftar isi |
Sumber dosa
Alkitab mengungkapkan bahwa sumber dosa adalah Iblis, yang selalu aktif menggunakan berbagai sarana, dalam Kejadian 3 memakai ular mempengaruhi cara berpikir manusia hingga meragukan kebaikan Tuhan, tidak mempercayai firman Tuhan dan akhirnya melakukan hal yang dilarang Tuhan.
Manusia tidak berdaya mengalahkan dosa. Luther pernah menggambarkan demikian, manusia berdosa seperti seseorang yang terperosok ke dalam lubang yang sangat dalam sehingga tidak dapat menolong dirinya sendiri. Berkhof juga pernah mengatakan: “Dosa adalah salah satu gejala yang paling menyedihkan tetapi juga paling umum dalam hidup manusia.” Tak seorangpun yang mengatakan dia tidak berdosa.
Manusia terbelenggu oleh dosa
Oleh karena kejatuhan dan pemberontakan Adam, seluruh manusia berada dalam belenggu perbudakan dosa dan berada di bawah murka Allah. Dalam Alkitab, kondisi terbelenggu digambarkan dalam kata “diperbudak/diperhamba,” seseorang menjadi tidak lagi mampu melakukan sesuatu dengan merdeka karena cara berpikirnya telah dibelenggu dosa (bdk. Roma 3:23; Mzm 51:7).
Oleh karena itulah tidak ada kemampuan manusia untuk mengenal Allah secara benar. Gambaran nyata dari beberapa sosok dalam Alkitab, misalnya: Nikodemus, seorang Farisi, pemimpin agama Yahudi, yang tentu saja sangat dihormati oleh masyarakat, tetapi dinyatakan oleh Tuhan Yesus harus mengalami lahir baru. Perempuan Samaria, yang berpengharapan akan datangnya Mesias, tetapi menjalani kehidupan dengan tidak terhormat, sampai dia bertemu dengan Tuhan Yesus (Yoh 4). Paulus, juga seorang penganut agama Yahudi yang taat, menyatakan bahwa pengenalan akan Kristus membuat dia memandang segala hal yang merupakan kehormatan dalam masyarakat itu menjadi seperti sampah.
Dimerdekakan dari belenggu dosa
Kemerdekaan memungkinkan orang dapat berdaulat melakukan sesuatu dalam hidupnya, merancang masa depannya atau menjadi tuan atas dirinya. Kemerdekaan ini dapat diamati dalam kehidupan bernegara. Ada perbedaan tetapi ada hal yang dapat dianalogikan.
Indonesia tahun ini merayakan HUT Kemerdekaan yang ke-69, namun demikian masih banyak yang harus dilakukan, baik untuk membangun hidup di dalam kemerdekaan maupun mempertahankan kemerdekaan tersebut.
Dalam kaitannya dengan iman kristiani, tidak ada manusia yang dapat meraih kemerdekaan dari belenggu dosa dengan kemampuannya sendiri. Hanya oleh anugerah Allah di dalam Tuhan Yesus. Roma 6:18 menyatakan, ”Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran.” Pernyataan “dimerdekakan” menunjukkan bahwa manusia tidak dapat merdeka atau bebas dari belenggu dosa dengan dirinya sendiri; perlu satu pribadi yang memerdekakan yaitu Yesus yang tersalib.
Didiami oleh Roh Kudus
Kemerdekaan dari belenggu dosa adalah anugerah dan setiap orang yang percaya diberikan Roh Kudus yang menjadi pendamping, yang akan bekerja di dalam dirinya, menggerakannya untuk melakukan tindakan-tindakan positif dalam kehidupannya
Efesus 1:13-14 menegaskan bahwa semua orang percaya memiliki Roh Kudus, dan tanpaNya seseorang bukan milik Kristus. Tidak ada kepemilikan Roh Kudus kalau seseorang tidak menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya.
Kesimpulan
Dimerdekakan dari dosa merupakan anugerah Tuhan bagi manusia. Dalam menjalani kehidupan yang dimerdekakan itu, Roh Kudus berdiam dalam hidup orang tesebut, menguduskan, membimbing, dan memimpin serta memampukan orang berdosa menang terhadap dosa dan berkarya untuk memuliakan Tuhan dan bersedia menyatakan kasih Tuhan di dalam keluarga, gereja dan masyarakat bangsa ini.
Memahami hal tersebut, maka satu-satunya cara untuk menang terhadap belenggu dosa dan terpelihara di tengah dunia ini adalah membangun dan memelihara relasi dengan Tuhan. Hidup adalah anugerah, berkarya dalam anugerah karena segala sesuatu dari Dia, oleh Dia dan kepada Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya (Roma 11:36). Amin.**